TERASKATAKALTIM.com – Ketua Forum RT Kelurahan Belimbing, Maskuri Kristian mengeluhkan atas munculnya kembali pungutan atau iuran pembayaran setiap kilo sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bontang Lestrari.
Keluhan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II dan III DPRD Bontang, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Forum Badan Pengelolah Perumahan BTN PKT, dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Senin (12/04/2021).
Kata dia, dalam setiap bulannya ia harus mengeluarkan biaya sekitar Rp4,8 juta untuk rertibusi sampah di TPA. Tagihan ini telah menambah beban Badan Pengelolalan Perumahan (BPP) BTN PKT, yang selama ini mengelola sarana pra sarana di BTN, termasuk mengelola sampah dari sekitar 1.256 rumah yang ada di BTN PKT.
“Selama ini di TPA bebas iuran, tapi sekarang kok muncul lagi, ini yang jadi pertanyaan,” ungkapnya.
Maskuri menambahkan, selama ini pengelolaan sampah di BTN PKT yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, justru dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Secara swadaya warga mengeluarkan iuran Rp30 ribu perbulan untuk membayar tenaga kebersihan. Termasuk membeli truk pengangkut sampah.
Kemadirian yang selama ini ditunjukan masyarakat BTN, lanjut Maskuri, telah menyumbang banyak nilai bagi sejumlah penghargaan yang diterima Pemerintah Kota Bontang, seharusnya hal ini menjadi pertimbangan DLH untuk membebaskan retribusi sampah dari BTN ke TPA.
“Sudah sewajarnya kami yang juga sama-sama masyarakat Bontang ini mendapat apresiasi. Oleh karena itu kami meminta dewan untuk memediasi terkait permohonan pembebasan rertibusi sampah dari DLH sebagai pengelola TPA,” bebernya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi II DPRD Bontang, Sutarmin mengatakan, penolakan warga terhadap hal tersebut, dikarenakan sebelumnya retribusi sampah sudah ditiadakan. Sehingga munculnya rencana penarikan retsribusi ini menjadi pertanyaan bagi warga.
“Selama inikan retribusi sampah digratiskan untuk warga, makanya mereka mempertanyakan soal rencana penarikan retribusi tersebut,” katanya.
Jika mengacuh terhadap Peraturan Daerah (Perda), ujar Sutarmin, maka warga harus membayar retribusi. Namun, sebelumnya pemerintah dalam hal ini DLH sempat meniadakan iuran sembari menunggu revisi peraturan daerah yang mengatur soal retribusi sampah.
Politikus Gerindra itu mengatakan, retribusi sampah di daerah BTN PKT memang selayaknya ditiadakan. Pasalnya, pengelolaan sampah di daerah tersebut dikelolah secara mandiri oleh warga. Bahkan, Ia menambahkan, dengan kesadaran sendiri masyarakat urungan untuk membeli sebuah truk sampah.
“Ini sebernarnya prestasi yang harus diapresiasi pemerintah, karena warga mengelolah sendiri sampahnya tanpa membebankan kepada pemerintah,” katanya. (**)
Komentar