TERASKATAKALTIM.COM, BONTANG – Penetapan tersangka dugaan kasus pencabulan yang terjadi di Kelurahan Guntung, Kecamatan Bontang Utara, yang terungkap pada Bulan Oktober lalu dinilai cacat formil.
Hal itu diungkapkan Advokat LBH Populis Borneo, Kim Samuel selaku Kuasa Hukum tersangka (SY) usai menjalani sidang praperadilan perdana atas kasus tersebut, Senin (05/12/2022).
Sidang perdana itu dengan nomor perkara register 03/Pid.Pra/2022/PN.BON dengan agenda sidang pembacaan permohonan dan jawaban dari termohon.
Kim mengatakan, dari awal penangkapan tersangka, selaku kuasa hukum, pihaknya belum menerima Surat Penetapan Tersangka, Surat Penangkapan dan Surat Penahanan, serta Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Padahal, lanjut Kim, permohonan surat tersebut sudah dilayangkan ke Polres Bontang dengan No 011/LBHPB/XI/2022 pada 23 November 2022 lalu.
“Seharusnya itu diberikan dan diterima oleh terlapor maupun keluarganya seperti yang diatur di KUHAP,” ujar pengacara muda ini.
Kuasa hukum lainnya, Ahmad Said menambahkan, sebelum perkara ini dilaporkan telah ada dua kali upaya itikad baik dari keluarga terlapor untuk menikahkan tersangka (SY) dan kekasihnya (pelapor).
Hal ini, kata Said, berdasarkan rekaman video yang dimiliki oleh keluarga tersangka (SY) ketika mendatangi rumah korban.
“Padahal sudah ada itikad baik dari tersangka (SY),” ujar Direktur LBH Populis Borneo ini.
Sesuai jadwal, sidang kedua kasus tersebut, akan dilaksanakan pada Selasa 6 Desember 2022 besok.
“Besok itu agenda sidang replik dan duplik dari pemohon dan termohon,” jelas Said.
Diketahui, tersangka SY dilaporkan ke polisi lantaran diduga melakukan persetubuhan terhadap kekasihnya yang masih dibawah umur.
Peristiwa itu terjadi disalah di Jalan Pipa, di Kecamatan Bontang Utara. Tersangka SY saat itu dalam pengaruh Miras.
Tersangka SY diamankan Polres Bontang pada Jumat (14/10/2022) lalu di rumahnya.
Tersangka SY dijerat pasal pasal 82 UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU, dengan Ancaman maksimal 15 tahun penjara. (*)
Komentar