oleh

Soal “Surat Sakti” Basri, Agus Amri : Bisa Dipidana Mengarah ke KKN

TERASKATA.COM – Soal ‘Surat Sakti’ yang dikeluarkan Wali Kota Bontang Basri Rase kepada perusahaan Kutai Timur, turut mendapat komentar Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokasi Indonesia (Peradi) Balikpapan, Agus Amri.

Menurutnya, jika dilihat dari perspektif hukum tindakan yang dilakukan Pemkot Bontang itu jelas mengarah pada tindakan Kolusi dan Nepotisme. Merupakan perbuatan melawan hukum yang menguntungkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.


Sehingga, menurutnya sangat berpotensi melanggar Undang-undang No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 Angka 5 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

“Ini bahaya kalau tindakan kepala daerah ini jadi tradisi, menggunakan jabatan yang melekat dan digunakan untuk kepentingan privat. Meskipun tidak merugikan keuangan negara. Jadi yang perlu kita cari tahu apa motif dasar Pemkot Bontang menerbitkan surat itu,” ujar Agus Amri melalui telepon kepada media teraskata.com, Senin (16/5/2022).

Selain itu, dalam praktek administrasi pemerintahan, isi surat itu disebut Agus ‘tidak dikenal’ dalam artian tidak ada hubungannya dengan pemerintahan. Kecuali melibatkan Perusahaan Umum Daerah (Perumda). Sehingga, bertentangan dengan jabatannya sebagai wali kota.

Tindakan itu pun dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam hal ini Kepala daerah jelas telah melakukan tindakan di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan.

Jika terdapat pihak yg dirugikan atas hal tersebut dapat meminta pembatalan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun tetap tidak mengurangi ketentuan pidana jika ternyata terpenuhi unsur kolusi atau nepotisme.

“Mestinya untuk kepentingan masyarakat. Contohnya dengan memberikan rekomendasi ke Perumda, sebagai perusahaan milik daerah yang tentu kontribusinya ya ke daerah,” timpalnya.

Lanjut, pengacara senior itu juga mengungkapkan, tindakan Pemkot tersebut berpotensi pada ancaman pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun. Dengan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

“Itu jelas tercantum dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 2 dan Pasal 3. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancamannya ada di Pasal 5 angka 4, Jika terbukti melakukan Kolusi dan Nepotisme,” bebernya.

Di akhir, Agus pun meminta agar wali kota segera melakukan klarifikasi dan mencabut surat tersebut. Pun jika ingin dilanjutkan harus dengan mekanisme dan seleksi yang Fair (Adil). Dalam hal ini melibatkan Perumda Bontang.

“Apalagi saya lihat beliau sudah mengakui surat yang dia terbitkan, maka sistemnya harus Adil kalau mau dilanjutkan. Jadi tidak ada monopoli,” tandasnya. (yayuk/red).

Komentar

Berita Terkait