TERASKATAKALTIM.COM, – Anggota Komisi I DPRD Bontang Abdul Haris mempertanyakan terkait mekanisme pengajuan hibah Bantuan sosial (Bansos), khususnya bantuan yang diperuntukkan bagi tempat-tempat ibadah di Kota Bontang.
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini perlu di sosialisasikan lebih intens kepada masyarakat terkait mekanisme pengajuan bansos tersebut.
“Karena selama ini masih banyak masyarakat yang belum paham soal itu,” ujarnya saat memimpin rapat bersama Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setkkot Bontang, Senin (18/7/2022).
Selain itu, terkait batas maksimal penyaluran dana hibah sarana prasarana pendidikan dan rumah ibadah maksimal Rp 150 juta, yang tertuang dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 6 tahun 2018 tersebut dianggap Abdul Haris terlalu kecil. Sehingga perlu ditambah.
“Apakah ini tidak bisa di Revisi, terkait nominal itu terlalu kecil. Apa yang didapat kalau hanya di kasih Rp 150 juta. Belum lagi kalau ada potongan biaya perencanaan, pengawasan, administrasi dan lain-lain,” timpalnya.
Lanjut politisi partai PKB Ini juga mempertanyakan mekanisme bantuan hibah melalui pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD. Semisal, bantuan untuk tempat ibadah tersebut bisa diajukan melalui bantuan Pokir. Sehingga mereka bisa memasukkan terlebih dahulu proposal mereka sembari menunggu bantuan tersebut cair.
“Ada laporan masuk ke kami bahwa ada tempat ibadah yang mengajukan proposal tapi di tolak dengan alasan tidak ada anggaran. Padahal kan sebenarnya di usahain oleh anggota dewan. Bagaimana soal itu. Apakah tidak bisa diterima dulu itu proposal sambil melobi ke dewan yang bantu itu,” tandasnya.
Menanggapi itu, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setkkot Bontang, Aguswati mengungkapkan mekanisme hibah bansos tersebut saat ini sudah bukan merupakan ranah dari Kesra.
“Jadi pengiriman proposal, verifikasi, sampai dengan rekomendasi sampai pencairannya itu sudah di bagian teknis Dinas Sosial,” ungkapnya saat rapat.
Sementara, terkait bantuan ini Aguswati menjelaskan ada dua bentuk bantuan meliputi bantuan anggaran APBD murni dari pemerintah daerah dan anggaran pokir dari DRPD. Selain itu, terkait Perwali nomor 6 tahun 2018 itu menyebutkan, pengajuan hibah bisa dalam bentuk uang, barang dan kegiatan. Pun sudah direvisi sebanyak empat kali. Tak terkecuali soal nominal yang sifatnya untuk tempat ibadah itu maksimal bisa diberikan hanya Rp 150 juta.
“Kalau soal nominal itu bukan merupakan kewajiban pemerintah kota, karena hibah itu sudah ada aturan tertingginya di Permendagri. Kalau kita mau naikkan harus dilakukan kajian dulu di bagian Bappelitbang. Dan harus menyesuaikan PAD. Baru bisa dinaikkan,” tandasnya. (ADV)
Komentar