TERASKATA.COM,Bontang – Soal surat rekomendasi yang diberikan Wali Kota Bontang Basri Rase kepada PT Bunker Pribumi Kutai Timur menuai polemik dan ditanggapi miring oleh berbagai pihak mulai dari kalangan pengusaha, praktisi hukum, DPRD hingga kalangan akademisi.
Salah satunya, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Janabadra Yogyakarta Nita Ariyani mengatakan, Surat Rekomendasi yang dikeluarkan bukan merupakan jenis dari produk hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun lebih kepada jenis surat pengantar resmi yang banyak digunakan dari pihak yang kedudukannya lebih tinggi dan berpengaruh.
“Surat Rekomendasi merupakan surat yang digunakan untuk menguatkan, menyatakan maupun membenarkan suatu hal sehingga pemohon surat dapat dipercaya,” ujarnya, kepada media teraskata.com beberapa waktu lalu.
Selain itu, menurut Nita, suatu surat rekomendasi dikeluarkan harus berdasarkan penilaian kinerja dan kapabilitas dari pemohon. Karena jabatan yang melekat sebagai Walikota yang diikuti dengan wewenang dan pertanggung jawaban kewenangan kepala daerah, maka segala keputusan dan tindakan kepala daerah melekat prinsip pertanggungjawaban jabatan.
“Kepala Daerah dapat mengeluarkan Surat rekomendasi namun harus berdasarkan aturan yang jelas, terdapat dasar pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan, terdapat dasar penilaian misal berdasar kinerja dan kapabilitas dari pemohon surat rekomendasi,” timpalnya.
Oleh sebab itu Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan maka dalam hal ini menurut Nita, DPRD dapat menggunakan hak nya yaitu hak interpelasi untuk menanyakan dasar pertimbangan dari dikeluarkannya surat rekomendasi tersebut. Semisal DPRD dapat menanyakan dasar pengeluaran dari surat rekomendasi tersebut .
Apabila dikaitkan dengan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara. Dalam Pasal 124 dinyatakan bahwa :
- Pemegang IUP atau IUPK wajib menggunakan perusahaan Jasa Pertambangan lokal dan/atau nasional.
- Dalam hal tidak terdapat perusahaan Jasa Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IUP atau IUPK dapat menggunakan perusahaan Jasa Pertambangan yang berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing.
- Jenis usaha Jasa Pertambangan yaitu pelaksanaan di bidang :
a. Penyelidikan Umum;
b. Eksplorasi;
c. Studi Kelayakan;
d. Konstruksi Pertambangan;
e. Pengangkutan;
f. lingkungan Pertambangan;
g. Reklamasi dan Pascatambang;
h. keselamatan Pertambangan; dan/atau
i. Penambangan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan perusahaan Jasa Pertambangan lokal dan/atau nasional diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Selain itu, dalam Pasal 124 UU Nomor 3 Tahuan 2020 dinyatakan bahwa Pemegang IUP atau IUPK wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal dan/ atau nasional.
“Dalam hal ini artinya baik perusahaan daerah, perusahaan swasta tingkat lokal maupun perusahaan-perusahaan jasa pertambangan tingkat nasional yang memiliki cabang di daerah, mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi rekanan dari Pemegang IUP/IUPK atas kerjasama jenis usaha pertambangan seperti bidang penyelidikan umum; eksplorasi; studi kelayakan; konstruksi pertambangan; pengangkutan; lingkungan pertambangan; reklamasi dan pasca tambang; keselamatan pertambangan; dan/atau penambangan,” bebernya.
Namun apabila surat rekomendasi mengacu kepada Pasal 124 UU Nomor 30/2020 maka menurut Nita yang perlu dipertanyakan adalah, apakah PT Bunker Pribumi Kutai Timur merupakan perusahaan yang tepat mendapatkan rekomendasi dari Walikota Bontang.
Mengingat kedudukan PT Bunker Pribumi Kutai Timur tidak terletak di Kota Bontang melainkan di Kabupaten Kutai Timur.
Selain itu, juga perlu dipertanyakan apabila PT Bunker Pribumi Kutai Timur dikategorikan kedalam perusahaan swasta nasional apakah memiliki cabang di daerah Kota Bontang.
Selanjutnya, hal menarik yang juga perlu dipertanyakan adalah, apakah di Kota Bontang terdapat Perusahaan Daerah atau Perusahaan Swasta tingkat lokal yang bergerak di bidang Jasa Keagenan Kapal/Agen Perkapalan Perusahaan Pelayaran.
Karena mengacu kepada UU 30/2020 maka perusahaan tingkat lokal dan perusahaan nasional yang memiliki cabang di daerah tempat ijin usaha pertambangan yang diutamakan untuk menjalin kerjasama dengan Perusahaan pemegang IUP/IUPK.
Sehingga menurut Nita, pengeluaran surat rekomendasi yang di keluarkan Pemkot Bontang ini merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji. Karena meskipun surat rekomendasi bukan merupakan produk hukum namun memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan.
“Itu karena jabatan yang melekat sebagai kepala daerah. Surat Rekomendasi yang dikeluarkan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi dalam beberapa kasus mempunyai korelasi dan berpotensi terhadap perdagangan pengaruh (trading in influence traffic of influence, influence peddling, undue influence atau influence market), yaitu dengan menyalahgunakan pengaruhnya secara nyata dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang tidak semestinya,” ujarnya kembali.
Namun sayangnya diungkapkan Nita di Indonesia ketentuan mengenai trading in influence belum diatur dalam hukum positip di Indonesia.
Selain itu, menurut Shinta Agustina, dalam kajiannya yang berjudul Trading in Influence: Peluang dan Tantangan Penerapannya di Indonesia, menjelaskan bahwa aturan trading in influence dapat ditemukan pada Bab XXXII yang berjudul Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 691 RUU tersebut dapat dikatakan merupakan terjemahan dari ketentuan dalam UNCAC tadi. Lebih tepatnya bunyi Pasal 691 dalam RUU tersebut yaitu:
- Setiap orang yang dengan tujuan memperoleh suatu keuntungan dari instansi pemerintah atau otoritas publik, menjanjikan atau memberikan sesuatu secara langsung atau tidak langsung kepada Pejabat Publik atau orang lain, supaya pejabat atau orang lain tersebut menggunakan pengaruh dalam hubungan dengan jabatannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori III.
- Pejabat Publik atau orang lain yang menerima sesuatu atau janji secara langsung atau tidak langsung supaya pejabat tersebut atau orang lain menggunakan pengaruh dalam hubungan dengan jabatannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori IV.
Berdasarkan ketentuan RUU tersebut di atas maka para pelaku perdagangan pengaruh yang dapat dijerat yaitu pemberi yakni Pasal 691 ayat (1), dan penerima sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 691 ayat (2). Ketentuan dalam RUU tersebut kelemahannya adalah belum bisa menjerat posisi para calo atau broker.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, agar tidak timbul kecurigaan-kecurigaan dan dugaan-dugaan terkait surat rekomendasi yang berpotensi terhadap trading in influence, atau terkait kemungkinan tuduhan penyalahgunaan wewenang yang berpotensi terjadinya suap atau gratifikasi di kemudian hari.
Maka berdasarkan jabatan yang melekat sebagai Kepala Daerah dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan.
“Maka Wali Kota Bontang harus memberikan klarifikasi yang jelas mengenai dasar penerbitan surat rekomendasi tersebut,” tandasnya.
Komentar