oleh

Realisasi Bedah Rumah Lamban, Yasser Sebut ada Miskomunikasi OPD dan Warga

TERASKATAKALTIM.COM – Lambatnya realisasi bedah rumah program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) mendapat komentar dewan.

Anggota Komisi III DPRD Bontang, Yasser Arafat menyebut, lambannya pengerjaan program itu sebab ada miskomunikasi antara warga dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.


“Sebenarnya miskomunikasi saja, antara pihak OPD dan warga. Yang akan dibedah rumahnya mempertanyakan kenapa lambat di bangun,” ujar Yasser, ditemui usai rapat di Gedung DPRD Bontang, Senin (01/11/2021).

Politisi Golkar itu menjelaskan, ada 197 rumah di Kampung Selambai dan Loktuan yang akan dibedah. Masing-masing mendapat bantuan dana senilai Rp 53 juta. Dibagi dalam 2 tahap pencairan. Untuk tahap pertama, kata dia, sudah ditransfer ke rekening penerima bantuan. Jumlahnya Rp 26,5 juta.

“Uangnya untuk tahap pertama sudah di transfer dan ternyata warga tidak tahu. OPD nya juga tidak menginfokan. Jadi warga mempertanyakan kenapa bukan dia saja yang beli materialnya pake uang itu, jadi miskomunikasi disitu. Warga pertanyakan itu,” terangnya.

Menanggapi hal itu, Kasi Prasarana dan Sarana Utilitas Umum Dinas Perkimtan Hendra Hadyanto mengatakan, lambannya pengerjaan lantaran material bangunan terbatas dan sulit didapat, terutama kayu ulin.

Disamping itu, beberapa toko material juga mengundurkan diri, lantaran pembayaran dilakukan setelah semua barang dikirimkan.

“Jadi selain terkendala material, juga terkendala modal,” ungkapnya.

Sementara, soal uang yang masuk itu, dijelaskan Hendra, tidak dapat dibelanjakan oleh si penerima bantuan. Lantaran, sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB) dinas PUPR ke masyarakat, bentuk bantuan berupa material, bukan uang tunai.

“Setiap rumah memiliki rencana anggaran biaya (RAB) masing-masing. Kalau semua material di RAB dikirim, baru bisa dibayar,” jelasnya.

Senada, Asisten Koordinator Kota Infrastruktur Kotaku, Abdul Choder mengatakan, meski ditransfer ke rekening penerima bantuan, uang tersebut tidak bisa ditarik tunai. Karena warga menerimanya dalam bentuk material. Selain itu, juga untuk meminimalisir penyalahgunaan bantuan.

“Kalau warga sendiri yang membeli, takutnya tidak sesuai RAB. Jadi itu untuk meminimalisir penyalahgunaan bantuan,” ungkapnya. (YS)

Komentar

Berita Terkait